Dekarbonisasi pada sistem energi Indonesia bisa ditempuh dengan memensiunkan atau menggantikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara menjadi pembangkit energi terbarukan, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Peneliti Senior Energi Baru Terbarukan IESR Handriyanti Diah Puspitarini mengungkapkan, ke depan harga baterai untuk PLTS diramal akan terus menurun hingga 2030.
"Ada temuan kami mengenai harga baterai litium yang diprediksi akan menurun di 2030 hingga US$ 18 Mega Watt hour (MWh) (atau sekitar Rp 252 ribu), lebih rendah dibandingkan dengan harga pada 2020 yang mencapai US$ 58 per MWh (sekitar Rp 812 ribu)," ungkapnya dalam sebuah webinar, Selasa (21/12/2021).
Handriyanti menjelaskan, tren global untuk energi baru terbarukan diperkirakan akan meningkat 30% dibandingkan dengan tahun lalu. Peningkatannya berasal dari pemasangan panel surya (Solar PV) dan pembangkit tenaga angin, yang diperkirakan masih-masih tumbuh 18% dan 17%.
Kemudian, penggunaan batu bara tahun ini secara global diperkirakan juga akan menurun 4% hingga 4,5% dibandingkan 2019 dan untuk energi nuklir juga diperkirakan akan menurun 2% dibandingkan tahun lalu.
Semakin menurunnya harga teknologi untuk energi baru terbarukan dan baterai tersebut, menurutnya pemerintah perlu didorong untuk bisa mengambil peluang ini, sehingga bisa mempercepat penetrasi EBT di sektor kelistrikan.
IESR juga meramal pangsa PLTS akan mengalami peningkatan signifikan dari hanya 0,05% pada 2020 menjadi 24% pada 2030 dan akan mencapai 88% pada 2050.
Dengan demikian, energi terbarukan akan mencapai 50% dari total pembangkit listrik pada 2030 dan mencapai 100% pada 2050.
Sementara pangsa energi fosil dari batu bara justru akan mengalami penurunan permintaan, dari kurang lebih 60% menjadi 45% pada 2030.
IESR menilai, kapasitas Solar PV perlu ditingkatkan hingga 19 Giga Watt (GW) pada 2025, 108 GW pada 2030 dan 1.492 GW pada 2050.
Untuk mencapai 108 GW kapasitas Solar PV terpasang pada 2030, IESR menghitung dibutuhkan investasi tahunan rata-rata sebesar US$ 3,12 miliar pada 2022-2025 dan US$ 6,5 miliar pada 2026-2030.
"Indonesia sebenarnya punya potensi energi baru terbarukan yang tinggi, bahkan melebihi dari kebutuhan dekarbonisasi sektor energi di 2060," pungkasnya.
source : https://bit.ly/3H15BPp
Comments